Selamat Datang di BERANDA Kita

Selamat datang dan selamat bergabung di BERANDA Kang Tisna. BERANDA Kita semua.

Sabtu, 08 Januari 2011

Kawin Kontrak 2

Kawin kontrak atau mut'ah,para ulama sepakat untuk mengharamkannya. Namun faktanya trend kawin kontrak ini tetap saja marak terjadi. Dalam sebuah harian lokal Jawa Barat dilaporkan bahwa PERKAWINAN KONTRAK TRANS-NASIONAL banyak dilakukan karena motif ekonomi. PERKAWINAN KONTRAK TRANS-NASIONAL ini kebanyakan dilakukan oleh kaum perempuan berpendidikan rendah. Beberapa kabupaten di Jawa Barat,khususnya Jawa Barat bagian selatan sebagai lumbung/kantong kemiskinan,kawin kontrak ini sudah lumrah dilakukan bahkan pihak berwenang pun tidak mampu membendung kebiasaan ini. Lagi-lagi yang menjadi alasan mereka adalah ekonomi. "Maaf dik,kami sebetulnya malu daerah kami dikenal sebagai daerah yang masyarakatnya biasa melakukan kawin kontrak. Kami tidak bisa berbuat apa-apa dengan kebiasaan ini karena kami tidak bisa menjamin kehidupan sosial ekonomi mereka", itulah kalimat yang terlontar dari aparat pemerintah sebuah kecamatan di Jawa Barat selatan ketika saya "menelusuri budaya kawin kontrak" ini.

Kebiasaan kawin kontrak dilakukan juga oleh para suami yang istrinya bekerja sebagai buruh migran. Mereka kerap melakukan kawin kontrak dengan alasan takut melakukan zinah. Mereka beranggapan kawin kontrak adalah sah. Kawin kontrak dilakukan selama istri mereka menjadi buruh migran dan kontraknya habis antara 2-3 bulan  sebelum istri mereka kembali dari negeri orang. Ironis,memilukan,ketika sang istri berjuang mempertaruhkan nyawa di negeri orang demi isi perut dia sendiri dan keluarga yang ditinggalkan,sementara sang suami malah kawin kontrak dengan tetangga lain kampung. Sebagai laki-laki saya malu sekali dengan kebiasaan lelaki pelaku kawin kontrak. Menurut saya mereka adalah lelaki biadab. Sebagai lelaki seharusnya mereka lah yang bertanggungjawab menghidupi keluarga bukan malah menyetujui sang istri mempertaruhkan nyawa di negeri orang.

Cerita kawin kontrak juga saya dapatkan dari seorang mantan buruh migran. Benar-benar lingkaran setan. Adakah ini tahu sama tahu antara istri yang menjadi buruh migran dengan suaminya yang di tinggalkan. Adakah kawin kontrak ini dilakukan tahu sama tahu ketika suaminya menjadi buruh migran di negeri orang dengan istrinya yang ditinggalkan? Kawan saya menuturkan bahwa para buruh migran pun ternyata terkontaminasi juga dengan kebiasaan kawin kontrak. Bisa dibayangkan tahunan di negeri orang tanpa disentuh....mana tahan..... akhirnya merekapun sepakat melakukan kawin kontrak. Namun yang jadi persoalan adalah masing-masing pihak terikat pernikahan dengan pasangannya masing-masing yang ditinggalkan di kampung halamannya. Simbiosis mutualisma, saling membutuhkan yang akhirnya mendorong terjadi kawin kontrak di kalangan buruh migran. Yang laki-laki "berpoligami", yang perempuan melakukan "poliandri". 
Para buruh migran juga kerap melakukan "kawin kontrak" dengan majikannya. Bahkan kawan saya menuturkan sekitar 90 prosen buruh migran kita diminta melakukan kawin kontrak dengan majikannya. Kawin kontrak beneran dalam pengertian di nikah majikan sebagai gundik maupun kawin kontrak dalam pengertian lain sebagai pemuas syahwat sang majikan. Mereka buruh migran ibarat budak belian yang bisa diperlakukan apa saja. Luar biasa biadab. Namun tentu kita tidak bisa juga menggeneralisasi bahwa buruh migran identik dengan kawin kontrak karena ini hanya berlaku di negara-negara tertentu saja.

Adalah tanggungjawab moral kita bersama untuk mencegah,setidaknya mengurangi kebiasaan kawin kontrak ini. Kawin kontrak harus dijadikan sebuah keprihatinan kita bersama sebagai manusia yang menjunjung nilai-nilai etika dan moralitas. Harus menjadi sebuah keprihatinan kita bersama sebagai manusia yang menghormati betapa luhurnya kedudukan dan nilai seorang perempuan karena mereka adalah ibu dari manusia.

Ada tiga persoalan penting menurut saya yang menjadi pemicu dan pemacu kebiasaan kawin kontrak,yaitu pendidikan yang rendah,kemiskinan dan kedangkalan pemahaman agama. Fakta-fakta menunjukan bahwa 83 prosen pelaku kawin kontrak adalah mereka yang berpendidikan rendah atau tidak memiliki kesempatan melanjutkan sekolah dan tidak memiliki keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk melakukan kegiatan yanag produktif.

Tidak ada komentar: